Perubahan muncul ketika keadaan menjadi berbeda dengan situasi biasa. Sejatinya perubahan terjadi hampir disemua aspek kehidupan. Itu yang menjadi alasan manusia untuk selalu beradaptasi untuk menghadapi perubahan. Perubahan juga dihadapi di lingkup birokrasi. Perubahan dapat datang dari internal dan eksternal. Perubahan internal birokrasi yaitu tuntutan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan publik yang lebih baik. Sedangkan perubahan yang datang dari ekternal yaitu bagaimana kualitas birokrasi Indonesia dapat bersaing menghadapi negara lain (daya saing bangsa). Adaptasi menjadi satu-satunya pilihan untuk menghadapi perubahan tersebut. Yang harus dilakukan selanjutnya bentuk adaptasi apa yang akan dilakukan untuk menghadapi perubahan tersebut. Setiap lembaga/instansi memiliki tujuan dan menyusun langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam proses menuju tujuan perlu perangkat sebagai penggerak yaitu terdiri dari kepemimpinan, manajemen dan organisasi. Peran pemimpin sangat penting dalam mencapai tujuan karena seorang pemimpin adalah “mercusuar” yang mengarahkan dan menggendalikan proses menuju tujuan. Seorang pemimpin juga harus “aware” melihat perubahan yang berdampak pada instansi atau lembaga yang dipimpinnya. Perubahan yang datang dari ekternal internal tersebut merupakan peluang untuk organisasi semakin berkembang. Pemimpin yang tanggap dengan perubahan dimaknai sebagai pemimpin perubahan (adaptive leader). “Leadership becomes important and needed only in times when you require some kind changes, some kind of innovation. In a stable environment, all you need is the authority of expertise” (Heifets, 2009). Heifets mengatakan fungsi kepemimpinan diperlukan ketika seseorang dihadapkan pada suatu keadaan yang memerlukan perubahan. Perubahan ini menuntut suatu inovasi. Dalam keadaan yang stabil dan tidak ada perubahan maka yang diperlukan adalah seseorang yang memiliki kewenangan atau keahlian. Seseorang yang pemimpin harus siap dalam menghadapi perubahan (adaptive leader). Kompetensi yang dimiliki oleh adaptive leader terdiri dari tiga, yaitu : kemampuan untuk mengamati (observe), kemampuan untuk menginterpretasi/mengartikan (interpret) dan yang terakhir kemampuan untuk bertindak/mengintervensi (intervene). Observe : adaptive leader harus bisa mengobservasi keadaan dalam organisasinya. Dapat membedakan mana yang menjadi masalah dan persoalan. Masalah adalah keadaan yang tidak sesuai namun tidak ada kewenangan seseorang tersebut untuk menyelesaikan. Sedangkan persoalan adalah keadaan yang tidak sesuai yang merupakan tanggung jawab pemimpin tersebut untuk menyelesaikannya. Adaptive leader harus dapat mengamati persoalan yang muncul. Interpret : setelah mampu membedakan apa yang menjadi persoalan dalam lingkup pekerjaannya, seorang adaptive leader harus mampu menterjemahkan atau memaknai persoalan tersebut. Menterjemahkan disini adalah menganalisa persoalan. Banyak metode untuk mengupas suatu persoalan. Cara mudah dan umum bisa dilakukan dengan metode pertanyaan 5W 1H (What, Why, When, Where, Who dan How). Intervene : adalah kemampuan seorang pemimpin untuk dapat mengambil tindakan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Tindakan tersebut terdiri dari bagaimana mengelola sumberdaya yang dimiliki. Sumberdaya disini diantaranya adalah waktu, bawahan, kebijakan , anggaran dan sebagainya. Seorang pemimpin dihadapkan dengan persoalan-persoalan yang akan selalu muncul setiap hari. Jenis persoalan harus dapat diidentifikasi dengan cermat agar penyelesaiannya tepat. Ada persoalan yang muncul dilingkup teknis namun juga ada masalah yang muncul non-teknis. Persoalan non-teknis dikenal dengan istilah tantangan secara adaptif (adaptive challenge) pendekatan lebih informal. Contoh adaptive challenge adalah masalah mengenai konflik pada organisasi, upah, lembur dan lain sebagainya. Pada umumnya persoalan adaptive challenge adalah yang berkaitan dengan manusia. Manusia yang sejatinya sebagai mahluk yang dibangun dengan berbagai emosi, memerlukan pendekatan secara emosi untuk menyelesaikan adaptive challenge bukan dengan pendekatan teknis. Heifets & Laurie (1997) menyebutkan bahwa kegagalan terbesar dari seorang pemimpin adalah ketika menyelesaikan persoalan adaptif diselesaikan secara teknis. Kepemimpinan selalu terkait dengan inovasi. Pertanyaan selanjutnya mengapa inovasi dibutuhkan seorang pemimpin perubahan? Bila suatu masalah dapat diselesaikan secara formal/teknis (SOP) maka yang dibutuhkan adalah seorang manager dapat mengatasi masalah tersebut. Namun bila masalah yang muncul tersebut perlu sesuatu yang baru yang tidak ada dalam SOP (new ways) maka yang dibutuhkan peran seorang leader. Sekarang apa yang membedakan antara perubahan yang dilakukan secara adaptif dengan perubahan yang dilakukan secara teknis. Kedua perubahan tersebut dapat dibedakan menjadi dua hal yaitu apa yang dilakuan dan siapa yang melakukannya. Untuk menyelesaikan perubahan yang muncul secara teknis langkah yang dilakukan adalah dengan mengaplikasikan sesuai dengan prosedur/SOP yang berlaku (apply current “know how”) dan orang yang dapat mengatasi perubahan teknis tersebut adalah sesorang yang memiliki kewenangan contohnya manajer. Bagaimana dengan perubahan yang muncul secara adaptif? Penyelesaian yang dilakukan adalah dengan mencoba melakukan sesuatu yang baru (learn new ways). Dan orang yang menyelesaikannya tersebut adalah pemimpin dengan orang-orang yang terlibat dalam masalah tersebut. Penekanan dari perbandingan tersebut adalah perubahan adaptif melibatkan setiap orang yang terdampak dengan persoalan. Sumber : Martin Linsky and Ronald A. Heifetz. Leadership on the Line: Staying Alive Through the Dangers of Leading. Harvard Business Scholl Press, Ist edition. 2002. Suatu organisasi yang memiliki masalah mengenai tingkat kehadiran staf yang rendah, maka seorang pemimpin harus dapat meng-observe apa yang menjadi akar persoalan. Ketika aturan sudah dijalankan dimana jam masuk dan jam pulang sudah jelas, alat untuk mencatat kehadiran staf sudah ada, maka seorang pemimpin harus menggali apa yang menjadi penyebabnya. Karena persoalan ini terkait dengan staf maka peran seorang pemimpin untuk menanyakan apa yang menjadi penyebab masih banyak staf yang telat masuk kantor. Mungkin penyebabnya dapat beragam, apapun hasilnya pemimpin harus dapat mencari solusi dan dengan menggali masukan apa yang dihadapi staf yang terlambat yang membuat selalu terlambat dan menentukan akar persoalan (interprete) dan selanjutkan mencari jalan keluar untuk mengatasinya (intervene). Pendekatan adaptive disini juga adalah pendekatan yang dilakukan secara humanis. Seorang adaptive leader akan fokus kepada manusia yang terlibat dalam suatu persoalan dan perubahan. Berikut ini adalah contoh lain perbandingan persoalan yang muncul yang diselesaikan dengan pendekatan teknikal dan adaptif. Ketika seorang pria datang ke dokter mengeluhkan keadaan badannya yang tidak seperti biasanya, maka ada dua pilihan yang dapat dilakukan oleh seorang dokter ketika selesai mengobservasi pasien tersebut. Ketika hasil observasi dan interpretasi disimpulkan bahwa gangguan kesehatan adalah tingginya tekanan darah. Ketika pilihan teknikal maka dokter tersebut akan menaikkan dosis untuk menurunkan tekanan darah yang tinggi. Ketika tekanan darah semakin tinggi maka dosis akan dinaikan. Namun penambahan dosis akan berdampak pada kerusakan ginjal, artinya resikonya semakin tinggi. Pilihan lainnya adalah dengan pendekatan adaptif. Penyelesaian secara adaptif adalah dengan mengajak pasien untuk merubah ke pola hidup sehat. Misalnya dengan menjaga asupan makanan yang masuk, berolahraga yang rutin, minum air putih dan lain sebagainya. Pendekatan adaptif seperti dijelaskan sebelumnya adalah pendekatan lebih ke manusia, artinya mengajak orang-orang di lingkaran pasien tersebut untuk sama-sama berkomiten mendukung suatu perubahan. Dengan tujuan pasien tersebut semakin sehat yang berkelanjutan dengan tekanan darah normal. Dukungan dari orang-orang disekitar pasien tersebut seperti pasangan dan keluarga ini yang sangat dibutuhkan. Maka dokter harus dapat menjelaskan kondisi pasien kepada keluarganya agar memberikan dukungan supaya dapat bersama-sama mendukung pasien dalam merubah pola hidup sehat. Bentuk dukungan ini dapat dilakukan diantaranya, bersama-sama mengkonsumsi dan membeli makanan sehat, berolahraga bersama. Penyelesaian masalah secara adaptif ini akan menghasilkan kondisi sehat yang bertahan lama (sustainability). Sama seperti dalam skema Proyek Perubahan yang disepakati LAN sebagai Pembina diklat struktural di tingkat eselon 1 sampai eselon 4, diharapkan setiap pemimpin disetiap level dapat menyerap pembelajaran yang telah disusun untuk dapat menyelesaikan persoalan yang ditemukan pada unitnya. Agenda Proyek Perubahan Diklat Kepemimpinan Pola Baru terdiri dari : Agenda Self Mastery, Agenda Diagnostic Reading, Agenda Inovasi, Agenda Membangun Tim Efektif, dan Agenda Proyek Perubahan Semua agenda tersebut menjadi tool peserta diklat (adaptif leader) untuk menyelesaikan proyek perubahan. Alur berpikir dari peranan agenda dalam proyek perubahan pada Diklat Kepemimpinan Pola Baru adalah yang pertama langkah untuk menentukan tujuan perubahan yang akan diharapkan. Tujuan perubahan ini termasuk didalamnya area perubahan yang terdampak. Penentuan tujuan ini tidak keluar dari tupoksi yang menjadi tanggung jawab seorang pemimpin (who) tersebut. Selanjutnya menentukan gambaran kondisi saat ini (existing condition) dan kondisi yang akan diharapkan (expected condition). Bila existing condition dibiarkan apa akibat yang muncul yang menghambat kinerja organisasi. Sebaliknya bila akan ditangani maka proses yang dilalui adalah membaca gejala-gejala perubahan (DIAGNOSTIC READING) yang muncul yang termasuk proses OBSERVE. Dari diagnostic reading akan didapatkan persoalan (why) yang mengakibatkan existing condition tidak maksimal. Penentuan persoalan ini seorang pemimpin harus dapat menempatkan diri seobjektif mungkin. Seorang pemimpin sebagai bagian dari ASN harus tahu yang menjadi tugas ASN yang tertera pada Undang-Undang Aparatur Sipil Negara pasal 11 yaitu melaksanakan kebijakan publik; memberikan pelayan publik yang professional dan berkualitas dan mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Proses INTERPRET seorang adaptive leader adalah dengan mengambil harus seobjektif mungkin, lepas dari konflik kepentingan (SELF MASTERY). Dengan menarik apa yang menjadi akar dari persoalan maka ditentukan modalitas/output (INOVASI) apa yang akan dihasilkan untuk mencapai expected condition. Modalitas atau output (what) ini dikelompokan menjadi 3 hal, yaitu : SOP; sarana prasarana atau sikap & perilaku (manusia). Setelah menentukan inovasinya maka seorang pemimpin akan masuk pada proses INTERVENE yaitu bagaimana menentukan siapa saja stakeholder (with whom) yang terlibat untuk menciptakan inovasi (MEMBANGUN TIM EFEKTIF). Untuk mendapatkan dukungan dari stakeholder, seorang pemimpin harus dapat menjelaskan tidak hanya apa yang menjadi proyek perubahan, tidak juga hanya menjelaskan bagaimana, tapi yang terpenting adalah mengapa proyek perubahan ini penting untuk dilakukan. Pendekatan adaptif yang dijelaskan di atas yang harus dilakukan. Karena dalam mematangkan rencana kerja, perlu masukan dari setiap stakeholder yang terdampak dari perubahan. Mereka dapat memberikan kontribusi sumberdaya yang dimiliki dan komitmen bila penjelasan “WHY” sudah dapat terjawab. Tahapan pencapaian tujuan proyek perubahan juga dibagi dalam jangka waktu pendek, menengah dan panjang. Dengan rincian kegiatan, waktu, output dan stakeholder dari setiap tahapan (how). Dengan demikian pola kurikulum Diklat Kepemimpinan Pola Baru telah disusun untuk mengakomodir peserta diklat sebagai adaptive leader yang dapat meyelesaikan salah satu persoalan dalam unitnya untuk meningkatkan kinerja dan sebagai pilot project yang skemanya dapat diterapkan ketika menghadapi masalah lainnya dikemudia hari. Caterin M. Simamora, MSM (Widyaiswara Muda)