a. Inovasi, Invensi, dan Paten Inovasi berasal dari bahasa latin, innovates atau innovare yang berarti memperbaharui (to renew) atau mengubah menjadi sesuatu yang baru (novel). Kemudian diadopsi dalam bahasa inggris dengan kata innovation yang menurut Paul Sloane berarti implementation of something new. (https://www.ideatovalue.com/inno/nickskilli-corn/2016/03/innovation-15-experts-share-in-novation-definition). Pengertian tersebut sesuai dengan pendapat Mulgan dan Albury yang memberikan pengertian inovasi sebagai ‘gagasan atau ide baru yang membawa perubahan atau hasil’, atau sebagai kreasi dan implementasi proses, produk, layanan, metode baru yang menghasilkan perbaikan signifikan pada efisiensi, efektivitas dan kualitas. (Suciati dalam Pengembangan Kreativitas Inovatif melalui Pembelajaran Digital (https://www.researchgate.net/publication/329116931). Kamus Besar Bahasa Indonesia online menyebut inovasi sebagai penemuan baru yang berbeda dari yang sudah ada atau yang sudah dikenal sebelumnya (gagasan, metode, atau alat). Secara singkat dapat dikatakan bahwa inovasi merupakan kreasi dan implementasi proses, produk, atau layanan. Berbeda dengan pengertian invensi yang menurut KBBI online dikatakan penciptaan atau perancangan sesuatu yang sebelumnya tidak ada; reka cipta. Sedang menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten, invensi adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses. Adapun Paten menurut WIPO adalah an exclusive right granted for an invention, which is product, or a process that provides, in general, a new way of doing something, or offers a new technical solution to a problem. To get a patent, technical information about the invention must be disclosed to the public in a patent application. (Slamet Yuswanto, 2018). Demikian juga dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten dinyatakan bahwa Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi untuk jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri invensi tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya. (Pasal 1 angka 1). Dengan demikian, invensi lebih sempit dibanding inovasi yang mempunyai arti luas, cakupannya adalah seluruh kreativitas yang dihasilkan oleh manusia. Sedangkan Invensi dimaksudkan hanya untuk pemecahan masalah di bidang teknologi. Pelindungan hukum invensi melalui paten, sedang pelindungan hukum inovasi bisa melalui kekayaan intelektual selain paten, seperti paten sederhana, hak cipta, desian industri, merek, indikasi geografis, dan pelindungan varietas tanaman. Selanjutnya dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten mensyaratkan Pemilik/Pemegang Paten wajib membayar biaya tahunan selama 20 tahun yang besarnya setiap tahun mengalami kenaikan. Hal ini berkaitan dengan paten mempunyai nilai pasar (marketable). Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Hukum dan HAM, biaya tahunan paten untuk Pemohon non Usaha Kecil dan Menengah, tahun 1 sampai dengan tahun ke-3 sebesar Rp700.000,00 per paten, sedang tahun ke-4 sebesar Rp1.000.000,00. Tahun ke-11 sampai dengan ke-20 wajib membayar Rp5.000.000,00. Ketentuan tersebut akan memberatkan Widyaiswara sekiranya harus membayar biaya tahunan, manakala paten yang dihasilkan tidak mempunyai nilai jual di pasaran. b. Permohonan Paten Persyaratan paten yang harus dipenuhi oleh Inventor yaitu bahwa Invensi baru, mengandung langkah inventif & dapat diterapkan dalam industri. Invensi dianggap baru, menurut Pasal 5 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016, jika pada Tanggal Penerimaan, Invensi tersebut tidak sama dengan teknologi yang diungkapkan sebelumnya. Adapun Invensi mengandung langkah inventif jika Invensi tersebut bagi seseorang yang mempunyai keahlian tertentu di bidang teknik merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumnya. Sedangkan Invensi dapat diterapkan dalam industri jika Invensi tersebut dapat dilaksanakan dalam industri sebagaimana diuraikan dalam Permohonan. Adapun persyaratan yang harus dilampirkan dalam Permohonan paten antara lain judul dan deskripsi invensi, klaim dan abstrak invensi. Menurut data yang diperoleh penulis dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, permohonan paten dalam negeri khususnya dari akademisi/pendidik adalah sebagai berikut. Permohonan Paten Th. Unv. Mulawar-man UNSOED UNS USU 2015 1 5 16 7 2016 4 3 2 25 2017 19 21 11 17 2018 22 3 6 45 2019* 4 - 2 20 *sampai dengan 16 Maret 2019 Widyaiswara yang termasuk dalam rumpun pendidikan lainnya sesuai Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil dan terakhir dirubah dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 116 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil, belum ada yang tercatat sebagai inventor yang mengajukan permohonan paten. Ini berarti dipastikan belum ada yang mengajukan angka kredit sebanyak 20 melalui inovasi paten dalam unsur pengembangan profesi. Kepastian ini juga diperoleh dari wawancara dengan Sri Endah Mulyani, Kepala Bidang Pengembangan Kompetensi dan Pemantauan Jabatan Fungsional Bidang Pengembangan Kompetensi Pegawai ASN, Lembaga Administrasi Negara yang sekaligus sebagai Tim Penilai Pusat pada tanggal 14 Maret 2019 di LAN. Dinyatakan olehnya bahwa sampai dengan kini belum ada yang mengajukan angka kredit pengembangan profesi dari komponen penemuan inovasi yang dipatenkan dan telah masuk daftar paten sesuai bidang spesialisasi keahliannya. Melengkapi pendapat tersebut, Dr. Maria Alfons, widyaiswara BPSDM Hukum dan HAM, mengatakan bahwa paten terkait dengan teknologi yang lahir karena research & development. Sementara tugas widyaiswara berkaitan dengan dikjartih sehingga untuk mendapatkan paten rasanya susah. (Wawancara tanggal 10 April 2019 di BPSDM Hukum dan HAM). Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Mustafa Kamal, widyaiswara BPKP bahwa paten arahnya ke teknologi sehingga widyaiswara yang bisa melakukan inovasi paten yaitu widyaiswara BPPT. (catatan penulis, BPPT tidak mempunyai widyaiswara). (Wawancara melalui telepon pada tanggal 11 April 2019). Demikian juga dengan pendapat dr. Silvi, widyaiswara dari BPSDMD Provinsi Sulawesi Tengah. Melalui whatsapp pada tanggal 16 April 2019 saat dimintai pendapatnya tentang pengembangan profesi atas inovasi paten para widyaiswara, menyatakan “mungkin persepsi LAN tentang inovasi yang dipatenkan harus kita maknai betul, bahwa hak cipta dengan paten beda, maka untuk kondisi WI harusnya fleksibel karena WI tidak semua berasal dari peneliti atau fokus mencari temuan. Inovasi yang dipatenkan versi LAN adalah gagasan yang sudah mendapatkan hak paten dari Kemenkumham”. c. Karya Intelektual Widyaiswara Inovasi Widyaiswara yang dihasilkan dalam proses belajar mengajar banyak dilakukan. Inovasi tersebut merupakan karya intelektual sekaligus sebagai aset/kekayaan intelektual yang perlu mendapatkan reward dalam bentuk angka kredit. Karya Tulis Ilmiah dalam bentuk buku maupun jurnal ilmiah yang merupakan kekayaan intelektual dalam bentuk hak cipta telah dikonversi dengan angka kredit sebagaimana Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 22 Tahun 2014 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya jo Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 26 Tahun 2015 tentang Pedoman Penilaian Angka Kredit Jabatan Fungsional Widyaiswara. (Lihat Bab IV huruf D). Namun terdapat beberapa inovasi Widyaiswara yang berupa hak cipta belum mendapatkan konversi angka kredit. Beberapa karya/kekayaan intelektual tersebut seperti aplikasi atau program komputer seperti software aplikasi dupak widyaiswara (SADAR) yang dibuat oleh Peny Iswindarti, widyaiswara Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidikan Bidang Otomotif dan Elektronika Malang. Juga aplikasi excel sebagai alat bantu audit dengan skala penerbitan nasional yang dibuat oleh Agung Darono, widyaiswara Balai Diklat Keuangan Malang. Di samping itu juga terdapat metode pembelajaran yang diciptakan selain yang sudah dikenal saat ini (debat, role play, brainstorming, studi kasus, jigsaw dll), media pembelajaran seperti CD/VCD/DVD, aplikasi permainan, dan film tentang substansi pembelajaran yang merupakan inovasi widyaiswara yang bisa dilindungi dengan hak cipta. Edumedia class quiz games, aplikasi permainan dalam pembelajaran e-learning yang dibuat oleh Agus H. Pramudito, widyaiswara Balai Diklat Keuangan Yogyakarta. Demikian juga kreativitas pembuatan bahan peraga yang kemungkinan dapat dilindungi dengan rezim desain industri. Inovasi tersebut selayaknya mendapatkan penghargaan berupa angka kredit. Karya intelektual berupa hak cipta tersebut tanpa harus membayar biaya tahunan ketika memperoleh pelindungan hukum dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual sehingga tidak memberatkan widyaiswara. PENULIS Slamet Yuswanto, Widyaiswara BPSDM Kemenkumham JURNAL VERSI LENGKAP dapat dilihat disini REFERENSI R. Palan, Ph.D. 2008. Competency Management. Jakarta Pusat: Penerbit PPM. Hal: 6 Yuswanto, Slamet. 2017. Memahami Paten. Bandung: CV. Keni. Hal: 1 Suciati - Pengembangan Kreativitas Inovatif melalui Pembelajaran Digital. (Diunduh tanggal 13 Maret 2019) tersedia di https://www.researchgate.net/publication/329116931 Definition of 'innovation'. (Diunduh tanggal 14 Maret 2019). Tersedia di : https://www.ideatovalue.com/inno/nickskillicorn/2016/03/innovation-15-experts-share-innovation-definition Pengertian Inovasi. (Diunduh tanggal 13 Maret 2019). Tersedia di https://kbbi.web.id/inovasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Hukum dan HAM Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 22 Tahun 2014 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 26 Tahun 2015 tentang Pedoman Penilaian Angka Kredit Jabatan Fungsional Widyaiswara Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil dan terakhir dirubah dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 116 Tahun 2014 Tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 1999 Tentang Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil