Sejarah World Trade Organization
World Trade Organization (WTO) terbentuk pada tahun 1995. WTO adalah organisasi antar pemerintah dengan tujuan untuk membuat perdagangan antar negara semakin terbuka dengan penurunan bahkan peniadaan hambatan tarif maupun non tarif.
Pembentukan organisasi perdagangan dunia dilatarbelakangi dengan berakhirnya Perang Dunia II. Perekonomian dunia yang hancur pada waktu itu, karena perang melibatkan negara-negara besar dunia seperti Amerika Serikat, negara-negara Eropa dan negara-negara dikawasan Asia seperti Jepang. Untuk menata kembali perekonomian dunia maka beberapa negara sepakat untuk membentuk lembaga perdagangan yang menjadi wadah yang berfungsi untuk mengatur perdagangan dunia yang menjadi penyokong bagi perekonomian dunia. Pada saat itu organisasi perdagangan dunia dikenal dengan GATT (General Agreement on Tarrifs and Trade) pada tahun1948 sampai dengan 1994.
GATT terbentuk dilatarbelakangi dari pertemuan Bretton Woods. Pertemuan yang dikenal dengan United Nations Monetery and Financial Conference tersebut dilaksanakan ada Juli 1944 di Bretton Woods, New Hampshire – Amerika Serikat dan dihadiri 44 wakil negara. Pertemuan tersebut merumuskan financial arrangements untuk membangun perekonomian dunia setelah perang dunia II dan hal ini menjadi cikal bakal sejarah liberalisasi atau globalisasi. Pertemuan Bretton Woods menyepakati 3 pilar ekonomi dunia, yaitu :
- IMF (international Monetary Foundation) yang didirikan tahun 1946;
- IBRD Iinternational Bank of Reconstruction and Develoment) selanjutnya menjadi World Bank yang didirikan tahun 1945;
- ITO (International Trade Organization) yang berdiri tahun 1947 yang menghasilkan kesepakatan GATT yang dalam pengesahannya sebagai organisasi dunia ITO tidak mendapat persetujuan pada sidang senat di Amerika Serikat. Situasi ini berlaku cukup lama dan di lain pihak organisasi perdagangan ini harus berjalan, oleh karena itu nama kesepakatan GATT dijadikan nama organisasi sementara karena nama resmi organisasi belum disep Sampai akhirnya WTO terbentuk secara resmi ada tahun 1995.
GATT membantu membangun sistem perdagangan multilateral yang semakin liberal melalui perundingan perdagangan. Kesimpulan negosiasi Putaran Uruguay menyebabkan terciptanya kesepakatan baru, seperti Perjanjian Umum Perdagangan Jasa (GATS), dan pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada tahun 1995. Berikut ini delapan perundingan yang dilakukan sejak GATT disepakati dan mengambil alih sementara organisasi perdangangan multilateral.
Putaran Perundingan Perdagangan
|
|||
Tahun |
Tempat |
Pembahasan |
Jumlah Negara |
1947 |
Geneva |
Pengurangan Hambatan Tarif |
23 |
1949 |
Annecy |
Pengurangan Hambatan Tarif |
13 |
1951 |
Torquay |
Pengurangan Hambatan Tarif |
38 |
1956 |
Geneva |
Pengurangan Hambatan Tarif |
26 |
1960-1961 |
Geneva, Dillon Round |
Tarif |
26 |
1964-1967 |
Geneva, Kennedy Round |
Tarif dan anti-dumping measures |
62 |
1973-1979 |
Geneva, Tokyo Round |
Tarif, non-tariff measures, "framework" agreements |
102 |
1986-1994 |
Geneva, Uruguay Round |
Tarif, non-tariff measures, peraturan, jasa, services, hak atas kekayaan intelektual, tekstil, pertanian, pembentuka WTO dll |
123 |
WTO berjalan berdasarkan serangkaian perjanjian yang dinegosiasikan dan disepakati oleh sejumlah besar negara di dunia dan diratifikasi melalui parlemen. Tujuan dari perjanjian-perjanjian WTO adalah untuk membantu produsen barang dan jasa, eksportir dan importir dalam melakukan kegiatannya. Perkembangan liberalisasi tidak berjalan dengan mulus. Pengambilan keputusan di WTO umumnya dilakuakan berdasarkan konsesus oleh seluruh negara anggota. Kesepakatan yang diambil harus disetujui oleh setiap negara anggota (single under taking) kalau ada satu saja negara yang tidak setuju, maka kesepakatan tidak dapat diambil. Keadaan ini yang menjadikan setiap putaran tingkat tinggi yang dilakukan oleh General Council setiap 2 tahun dan yang dihadiri oleh setiap Menteri
Perdagangan negara anggota mengalami hambatan. Stagnasi dimulai sejak erundingan di Seattle-US (1999), di Cancun-Mexico (2003), di Hongkong (2005), di Jenewa (2008) bahkan yang dilaksanakan di Bali (2013). Hal ini terjadi karena perbedaan kepentingan antara negara-negara maju dan negara berkembang. Saat ini WTO sudah memiliki lebih dari 160 negara anggota.
Tujuan dan Fungsi WTO
Dalam pembukaan yang terdapat pada Marrakesh Agreement yang berisi penetapan WTO, semua pihak yang ada pada perjanjian tersebut sepakat tujuan yang ingin dicapai melalui sistem perdagangan multilateral untuk:
- meningkatkan standar hidup;
- menjamin terciptanya lapangan kerja;
- meningkatkan produksi dan perdagangan serta mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya dunia.
Sedangkan yang menjadi fungsi utama dari WTO adalah sebagai forum bagi para anggotanya untuk melakukan perundingan perdagangan serta mengadministrasikan semua hasil perundingan dan peraturan-peraturan perdagangan internasional. Selain itu fungsi WTO diantaranya adalah :
- mengatur perjanjian antar negara dalam perdagangan;
- mendorong arus perdangangan antara negara, dengan mengurangi dan menghapus berbagai hambatan yang dapat menggangu kelancaran arus perdangan barang dan jasa;
- memfasilitasi perundingan dengan menyediakan forum negosisasi yang lebih permanen;
- untuk penyelesaian sengketa, mengingat hubungan dagang sering menimbulkan konflik-konflik kepentingan;
- menyelesaikan sengketa dagang;
- sebagai forum negosiasi perdagangan;
- memonitor kebijakan perdagangan suatu negara;
- memberikan bantuan kepada negara-negara berkembang.
Prinsip Dasar WTO
Di dalam perkembangannya, WTO menyepakati prinsip-prinsip dasar yang menjadi dasar aturan main dalam perdagangan internasional :
- Perlakuan yang sama untuk semua anggota (Most Favoured Nations Treatment-MFN). Prinsip ini diatur dalam pasal I GATT 1994 yang mensyaratkan semua komitmen yang dibuat atau ditandatangani dalam rangka perlakuan yang secara kepada semua negara anggota WTO (azas non diskriminasi) tanpa syarat. Misalnya suatu negara tidak diperkenankan untuk menerapkan tingkat tarif yang berbeda kepada suatu negara dibandingkan dengan negara lainnya. Dengan berdasarkan prinsip MFN, negara-negara anggota tidak dapat begitu saja mendiskriminasikan mitra-mitra dagangnya. Keinginan tarif impor yang diberikan pada produk suatu negara harus diberikan pula kepada produk impor dari mitra dagang negara anggota lainnya.
- Pengikatan Tarif (Tariff Binding). Prinsip ini diatur dalam pasal II GATT 1994 dimana setiap negara anggota GATT atau WTO harus memiliki daftar produk yang tingkat bea masuk atau tarifnya harus diikat (legally bound). Pengikatan atas tarif ini dimaksudkan untuk menciptakan “prediktabilitas” dalam urusan bisnis perdagangan internasional/ekspor. Artinya suatu negara anggota tidak diperkenankan untuk sewenang-wenang merubah atau menaikan tingkat tarif bea masuk.
- Perlakuan nasional (National Treatment). Prinsip ini diatur dalam pasal III GATT 1994 yang mensyaratkan bahwa suatu negara tidak diperkenankan untuk memperlakukan secara diskriminasi antara produk impor dengan produk dalam negeri (produk yang sama) dengan tujuan untuk melakukan proteksi. Jenis-jenis tindakan yang dilarang berdasarkan ketentuan ini antara lain, pungutan dalam negeri, undang-undang, peraturan dan persyaratan yang mempengaruhi penjualan, penawaran penjualan, pembelian, transportasi, distribusi atau penggunaan produk, pengaturan tentang jumlah yang mensyaratkan campuran, pemrosesan atau penggunaan produk-produk dalam negeri. Negara anggota diwajibkan untuk memberikan perlakuan sama atas barang-barang impor dan lokal- paling tidak setelah barang impor memasuki pasar domestik.
- Perlindungan hanya melalui tarif. Prinsip ini diatur dalam pasal XI dan mensyaratkan bahwa perlindungan atas industri dalam negeri hanya diperkenankan melalui tarif.
- Perlakuan khusus dan berbeda bagi negara-negara berkembang (Special Dan Differential Treatment For Developing Countries – S&D). Untuk meningkatkan partisipasi nagara-negara berkembang dalam perundingan perdagangan internasional, S&D ditetapkan menjadi salah satu prinsip GATT/WTO. Sehingga semua persetujuan WTO memiliki ketentuan yang mengatur perlakuan khusus dan berbeda bagi negara berkembang. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan-kemudahan bagi negara-negara berkembang anggota WTO untuk melaksanakan persetujuan WTO.
Terbukanya pasar nasional terhadap perdagangan internasional dengan pengecualian yang patut atau fleksibilitas yang memadai, dipandang akan mendorong dan membantu pembangunan yang berkesinambungan, meningkatkan kesejahteraan, mengurangi kemiskinan, dan membangun perdamaian dan stabilitas. Pada saat yang bersamaan, keterbukaan pasar harus disertai dengan kebijakan nasional dan internasional yang sesuai dan yang dapat memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi setiap negara anggota.
Persetujuan-persetujuan WTO
Hasil dari Putaran Uruguay berupa the Legal Text terdiri dari sekitar 60 persetujuan, lampiran (annexes), keputusan dan kesepakatan. Persetujuan-persetujuan dalam WTO mencakup barang, jasa, dan kekayaaan intelektual yang mengandung prinsip-prinsip utama liberalisasi.
Struktur dasar persetujuan WTO, meliputi:
- Barang/goods (General Agreement on Tariff and Trade/ GATT)
- Jasa/services (General Agreement on Trade and Services/ GATS)
- Kepemilikan intelektual (Trade-Related Aspects of Intellectual Properties/ TRIPs)
- Penyelesaian sengketa (Dispute Settlements)
Stagnasi Perundingan WTO
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mendorong kemajuan dalam perundingan, mulai dari pertemuan tingkat perunding, Pejabat Tinggi, dan Tingkat Menteri; baik dalam format terbatas (plurilateral dan bilateral) maupun multilateral. Namun hasilnya belum menggembirakan. Pihak-pihak utama atau negara-negara maju masih bertahan pada posisinya.
Konferensi Tingkat Menteri (KTM) WTO di Jenewa dilaksanakan bulan Desember 2011. KTM menyepakati elemen-elemen arahan politis (political guidance) yang akan menentukan program kerja WTO dan Putaran Doha (Doha Development Agenda) dua tahun ke depan. Arahan politis yang disepakati bersama tersebut terkait tema-tema sebagai berikut:
- penguatan sistem perdagangan multilateral dan WTO;
- penguatan aktivitas WTO dalam isu-isu perdagangan dan pembangunan;
- langkah ke depan penyelesaian perundingan Putaran Doha.
Kebuntuan kemajuan perundingan WTO mendapatkan titik terang. KTM ke-9 yang dilaksanakan di Bali pada tanggal 3-7 Desember 2013, di mana untuk pertama kalinya dalam sejarah WTO, organisasi ini dianggap telah “fully-delivered”. Negara-negara anggota WTO telah menyepakati “Paket Bali” sebagai outcome dari KTM ke-9 WTO. Isu-isu dalam Paket Bali mencakup isu Fasilitasi Perdagangan, Pembangunan dan Least Developed Countries/LDCs, serta Pertanian, itu semua merupakan sebagian isu yang dibahas dalam perundingan Doha Development Agenda/DDA.
Dengan Paket Bali, kredibilitas WTO telah meningkat sebagai satu-satunya forum multilateral yang menangani kegiatan perdagangan internasional, sekaligus memulihkan political confidence dari seluruh negara anggota WTO mengenai pentingnya penyelesaian perundingan DDA. Hal tersebut secara jelas tercantum dalam Post Bali Work, di mana negara-negara anggota diminta untuk menyusun work program penyelesaian DDA di tahun 2014. Selesainya perundingan DDA akan memberikan manfaat bagi negara-negara berkembang.
Namun dalam perkembangan perjanjian WTO selanjutnya di tahun-tahun mendatang akan mendapatkan tantangan yang lebih besar karena terlalu luasnya cakupan kesepakatan yang hampir melibatkan semua negara di dunia, memaksa beberapa negara lebih efektif untuk melakukan perundingan secara bilateral atau plurilateral.Menurut catatan dari WTO terdapat lebih dari 300 perundingan antar kawasan yang dikenal dengan Free Trade Area (FTA) yang berisi beberapa negara yang melakukan kesepakatan, dan kesepakatan ini lebih efektif karena yang menyepakati hal-hal apa saja yang di antara negara-negara anggota yang jumlahnya terbatas, dua negara atau lebih. Negara-negara lebih berkonsentrasi dalam FTA yang dijalani, ini memunculkan pertanyaan apakah WTO masih dapat menjadi organisasi perdagangan multilateral yang dapat memfasilitasi sistem perdagangan dunia dimasa yang akan datang?
Penulis: Caterin m. Simamora, MSM
0 Komentar - Tulis Komentar