Skema Optimalisasi Sistem Resi Gudang untuk Meraih Keuntungan Maksimal

 

Overview Sistem Resi Gudang

Perdagangan komoditi pertanian merupakan bidang yang memerlukan intensitas pembiayaan yang tinggi untuk biaya operasional, dan  di negara-negara berkembang seperti halnya di Indonesia,  selalu menghadapi kendala besar. Para pengusaha termasuk para petani dan produsen kecil pada umumnya menghadapi masalah ketiadaan akses kredit. Kalaupun akses itu diperoleh, biayanya sangat tinggi. Hal tersebut  sangat berpengaruh dalam pengembangan sektor pertanian, yang akan mengakibatkan berkurangnya daya saing sektor ini. Oleh karenanya perlu suatu mekanisme dalam penyimpanan komoditi yang dapat dijadikan jaminan untuk mendapatkan modal usaha. Salah satu mekanisme penyimpanan komoditi tersebut adalah dengan Sistem Resi Gudang (SRG)

Salah satu manfaat SRG adalah mengatasi kesulitan yang dihadapi para pelaku usaha, terutama petani/kelompok tani, koperasi dan UKM, atas akses pembiayaan untuk modal kerja dari bank ataupun  lembaga keuangan non-bank. Karena kelompok ini umumnya tidak memiliki aset tetap seperti tanah, bangunan dan sebagainya. Melalui SRG, komoditi yang mereka miliki dapat disimpan di gudang dan diterbitkan resi gudang oleh  pengelola gudang yang telah mendapatkan persetujuan Badan Pengawas Sistem Resi Gudang  (dalam hal ini Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi/BAPPEBTI; Kementerian  Perdagangan).

Resi Gudang ini  merupakan dokumen bukti kepemilikan atas barang yang disimpan di  gudang, dan sebagai surat berharga yang dapat dijadikan agunan sepenuhnya tanpa  dipersyaratkan adanya agunan lain. Pelaku usaha dapat menjamin Resi Gudang yang  mereka miliki untuk memperoleh modal kerja, baik melalui pembiayaan kredit dari perbankan  ataupun lembaga keuangan non-bank.

Selain menjadi instrumen pembiayaan, SRG juga dapat  meningkatkan daya saing hasil komoditi melalui adanya persyaratan standar kualitas tertentu, untuk komoditi yang dapat diresigudangkan. Persyaratan kualitas ini  harus dapat dipenuhi para petani produsen, jika mereka ingin menggunakan SRG. Sehingga mau  tidak mau, proses budi daya dan pasca panen yang dilakukan juga harus mengikuti standar dan kualitas yang dipersyaratkan.

Selain hal-hal tersebut penggunaan Resi Gudang dapat mendorong perkembangan sektor-sektor lainnya seperti sektor keuangan, perdagangan, jasa pergudangan, yang akan bersinergi seiring berkembangnya pasar lelang dan bursa berjangka komoditi. Sebagai langkah pemantapan dalam mengimplementasikan SRG, selama ini BAPPEBTI telah mensosialisasikan SRG ke daerah-daerah, baik propinsi maupun kabupaten/kota di  Sumatera, Jawa-Bali, Sulawesi, Kalimantan, maupun di Nusa Tenggara.

Fokus sosialisasi untuk tahap awal adalah daerah-daerah sentra produksi 10 komoditi yang dapat diresigudangkan, yaitu: gabah, beras, jagung, kopi, kakao, lada, karet, rumput laut, rotan, dan garam. Hingga saat ini terdapat 4  daerah-daerah percontohan SRG di sentra-produksi  seperti di Cianjur, Jawa Barat, Banyumas Jawa Tengah, Barito Kuala, Kalimantan Selatan untuk komoditi gabah dan Goa, Sulawesi Selatan untuk komoditi jagung.

Dalam pengembangan sistem ini, BAPPEBTI juga telah melakukan kerja sama dengan IFC-World Bank dalam hal penyiapan aturan teknis yang terkait dengan Sistem Resi Gudang, penyusunan konsep pengawasan SRG, pengembangan mekanisme performance guarantee, sistem  informasi pasar, serta dukungan-dukungan lain dalam berbagai kegiatan sosialisasi,  pelatihan dan seminar.

Berkaitan dengan implementasi Sistem Resi Gudang yang berdasarkan undang-undang Nomor 9 Tahun 2006 yang telah diamandemen dengan undang-undang Nomor 9 Tahun 2011 tentang SRG beserta peraturan pelaksanaannya yang terbit pada tahun 2007, dan dimulai kegiatannya di lapangan pada tahun 2008, BAPPEBTI secara berkesinambungan melakukan upaya ke depan melalui serangkaian pertemuan dan kerjasama dengan para stakeholder, memberi bimbingan teknis pada pelaku usaha, serta pembuatan pedoman operasional baku bagi pengelola gudang serta SOP pengawasan.

Kondisi Kini Sistem Resi Gudang Indonesia

Pengembangan pembangunan gudang di seluruh Indonesia pada mulai tahun 2009-2015. Gudang yang sudah dibangun berjumlah 120 gudang yang tersebar di seluruh Indonesia. Gudang yang sudah dibangun terus diberikan pembinaan oleh Badan Pengawas agar dapat mengoptimalkan fungsinya, sehingga menghasilkan keuntungan yang sangat banyak. Keuntungan yang banyak akan tercipta dengan adanya transaksi yang dilakukan di Gudang oleh Pengelola Gudang yang professional dan sudah mendapatkan ijin untuk mengelola gudang dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI).

Penerbitan dan Pembiayaan Sistem Resi Gudang mengalami peningakatan yang simultan dari tahun 2008-2015. Hal ini menggambarkan bahwa keuntungan SRG sudah dirasakan oleh berbagai pihak yang terlibat di dalamnya. Keuntungan yang ingin dicapai dalam jangka panjang tentunya meningkatkan kesejahteraan petani, dan juga menjaga stabilitas harga di pasar. Dengan demikian kondisi ekonomi dapat berkembang kearah yang lebih baik.

SRG memberikan kontribusi keuangan yang besar bagi perkembangan perekonomian Nasional. Pada tahun 2013 Nilai Resi Gudang yang sudah tercatat di pusar regristasi mencapai Rp. 108.949.000.000,-. Nilai yang fantastis untuk meningkatkan kesejahtaraan rakyat dan menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat.

 

Optimalisasi Sistem Resi Gudang untuk Profit

Berdasarkan Undang-Undng Resi Gudang nomor 9 tahun 2011 menyatakan bahwa gudang adalah suatu ruangan tidak bergerak  yang dapat ditutup dengan tujuan tidak untuk dikunjungi oleh umum melainkan untuk dipakai khusus sebagai tempat penyimpanan barang-barang perniagaan, dan memenuhi syarat-syarat lain yang ditetapkan oleh Menteri Perdagangan. Pengertian tersebut dapat dikembangkan fungsinya tidak hanya untuk menyimpan akan tetapi juga untuk kegiatan bisnis. SRG merupakan salah satu mekanisme dalam mengembangkan fungsi gudang.

Gudang mempunyai fungsi multidimensi antara lain sebagai tempat menyimpan sementara, sebagai penyanggah, tempat sortasi, tempat pengepakan, labeling, dan lain-lain. Fungsinya dibentuk oleh lima elemen dasar :

  1. Kerangka bangunan,
  2. Media penyimpanan,
  3. Mekanisme pengangkutan,
  4. Kebijakan penyimpanan atau pencarian,
  5. Pengawasan atau kontrol.

Dalam melakukan dan mengembangkan fungsinya, Gudang dikelola oleh suatu badan pengelola gudang. Dalam perundangan dan peraturan SRG, disebutkan bahwa pengelola gudang adalah Badan usaha yang menyimpan barang, menerbitkan Resi Gudang dan bertanggung jawab terhadap pengelolaan Barang di Gudang.

Pengelola Gudang Berbentuk Badan Usaha yang Berbadan Hukum khusus bergerak di bidang jasa pengelolaan gudang dan telah mendapat persetujuan Badan Pengawas. Pengelola Gudang SRG mempunyai badan hukum berupa PT, Koperasi, BUMN dan BUMD

Pengelola Gudang SRG adalah unit usaha yang menjalankan bisnis untuk mencari keuntungan di bidang SRG, sehingga merupakan suatu badan yang melaksanakan kegiatan mencari keuntungan (profit motif).

Optimalisasi pemanfaatan gudang untuk kegiatan usaha perlu strategi kedepan yang dikembangkan. Salah satu yang sudah mulai dikembangkan adalah kajian Model Bisnis Gudang. Model bisnis gudang yang dikembangkan terdapat 4 alternatif model yaitu :

  • Alternatif Model Bisnis 1: Jasa penyimpanan pangan
  • Alternatif Model Bisnis 2: Jasa penyimpanan pangan plus
  • Alternatif Model Bisnis 3: Jasa perdagangan Pangan
  • Alternatif Model Bisnis 4: Jasa perdagangan pangan Plus

Alternatif Model Bisnis 1: Jasa penyimpanan pangan

Model bisnis alternatif satu hanya memfungsikan gudang sebatas fungsi umumnya saja, yaitu sebgai tempat menyimpan barang. Keuntungan yang didapat dari pengelola gudang hanya terbatas dari penerimaan biaya sewa dari petani atau pelaku usaha yang menitipkan barangnya di gudang, seperti pada Gambar 1.

Sumber : Bappebti (2016)

Gambar 1. Model Bisnis Gudang Pangan

Simulasi penghitungan keuntungan yang bisa diperoleh bagi pengelola gudang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Simulasi Kelayakan Model Bisnis Gudang Pangan sebagai tempat penyimpanan.

Sumber : Bappebti (2015)

Berdasarkan simulasi pada Tabel 1, Apabila nilai Investasi yang ditanamkan adalah Rp 2.240.000.000,-, maka akan kembali modal atau dikenal dengan istilah payback period selama 28,8 tahun. Investasi seperti ini tidak menggairahkan, sehingga pengembangan gudang perlu ditingkatkan lagi fungsi dan peluang usahanya.

 

Alternatif Model Bisnis 2: Jasa penyimpanan pangan plus

Jika dalam model bisnis pertama, para petani dan pemasok mengantarkan komoditas pangan ke gudang, maka dalam model bisnis kedua ini, pengelola gudang yang menjemput pangan tersebut ke tempat para petani dan pemasok. Dengan demikian akan ada tambahan armada transportasi dalam biaya investasi, seperti pada Gambar 2.

 

Sumber : Bappebti (2015)

Gambar 2. Model Bisnis Gudang Pangan Plus

Simulasi kelayakan model bisnis Model Bisnis 2: Jasa penyimpanan pangan plus dapat di lihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Simulasi kelayakan model bisnis Model Bisnis 2: Jasa penyimpanan pangan plus

Sumber : Bappebti (2015)

Berdasarkan simulasi pada Tabel 2, Apabila nilai Investasi yang ditanamkan adalah Rp 2.690.000.000,- (bangunan ditambah kendaraan), maka akan kembali modal atau dikenal dengan istilah payback period selama 25,6 tahun. Investasi seperti ini masih tidak menggairahkan, sehingga pengembangan gudang perlu ditingkatkan lagi fungsi dan peluang usahanya

Alternatif Model Bisnis 3: Jasa perdagangan Pangan

Model bisnis sebelumnya adalah model bisnis yang konvensional dalam artian gudang pangan hanya menjalankan jasa penyimpanan pangan saja. Penciptaan profit hanya berasal dari revenue stream berupa tarif sewa gudang (Rp/m2/periode) saja.

Untuk dapat menarik para petani atau siapapun membawa barang pangannya ke gudang, alternatif model bisnis yang bisa dijalankan adalah menjadi stanby buyer. Melalui model bisnis ini para petani akan tergerak untuk datang ke gudang karena pengelola gudang akan membeli hasil panen mereka dengan harga yang menarik. Para petani yang datang ke gudang bukan lagi target customer tapi menjadi partner penting bagi pengelola gudang. Seperti pada Gambar 3.

Sumber : Bappebti (2015)

Gambar 3. Model Bisnis Perdagangan Pangan

Simulasi kelayakan model bisnis Model Bisnis 3: Jasa perdagangan  pangan dapat di lihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Simulasi kelayakan model bisnis Model Bisnis 3: Jasa Perdagangan Pangan

Sumber : Bappebti (2015)

Berdasarkan simulasi pada Tabel 3, Apabila nilai Investasi yang ditanamkan adalah Rp 2.240.000.000,-, maka akan kembali modal atau dikenal dengan istilah payback period selama 3,1 bulan. Investasi seperti ini sangat menggairahkan, karena banyak starategi dan inovasi yang dimunculkan di dalam model tiga, sehingga dapat menghasilkan benyak keuntungan.

Alternatif Model Bisnis 4: Jasa perdagangan Pangan Plus

Jika dalam model bisnis ketiga, para petani dan pemasok mengantarkan komoditas pangan ke gudang, maka dalam model bisnis keempat ini konsepnya sama hanya saja pengelola gudang yang menjemput pangan tersebut ke tempat para petani dan pemasok. Dengan demikian akan ada tambahan armada transportasi dalam biaya investasi, seperti pada Gambar 4.

Sumber : Bappebti (2015)

Gambar 4. Model Bisnis Perdagangan Pangan Plus

Simulasi kelayakan model bisnis Model Bisnis 4: Jasa perdagangan  pangan dapat di lihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Simulasi kelayakan model bisnis Model Bisnis 4: Jasa Perdagangan Pangan Plus

Sumber : Bappebti (2015)

Berdasarkan simulasi pada Tabel 4, Apabila nilai Investasi yang ditanamkan adalah Rp 2.690.000.000,-, (gedung plus kendaraan) maka akan kembali modal atau dikenal dengan istilah payback period selama 3,7 bulan. Investasi seperti ini sangat menggairahkan, karena banyak starategi dan inovasi yang dimunculkan di dalam model empat terutama dalam menydiakan tambahan jasa pengangkutan, sehingga dapat menghasilkan benyak keuntungan dari sisi kuantitas barang yang disimpan dan diperdagangkan. Dengan demikian pengelola gudang dan pengguna jasa gudang dalam hal ini petani akan sama-sama diuntungkan.

Kesimpulan

Optimalisasi pengelolaan SRG dapat dilakukan dengan menggunakan empat skema, skema dengan sistem perdagangan yang diselenggarakan digudang dapat memberikan peluang untuk membuka usaha jasa yang lainnya. Usaha jasa tersebut antara lain : Jasa Sarana Produksi Padi, Jasa Pengeringan Komoditi Pangan, Jasa Angkutan, Jasa Penghubung Penjualan Komoditi, Jasa Pengolahan Beras, Jasa Kredit untuk Pra Panen dan lain-lain. Dengan demikian optimalisasi keuntungan dapat dicapai dan menggairahkan bagi para investor untuk berkiprah di usaha jasa SRG.
 

Referensi :

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 tahun 2011 perubahan atas Undang-Undang Nomor 9 tahun 2006  tentang Sistem Resi Gudang

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2013 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2007 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 9 tahun 2006 Tentang Sistem Resi Gudang

Peraturan Menteri Keuangan Repulik Indonesia Nomor 171/PMK.05/2009 tentang Skema Subsidi Resi  Gudang

Peraturan Menteri Perdagangan Repulik Indonesia Nomor : 66/M-DAG/PER/ 12/2009 tentang Pelaksanaan Skema Subsidi Resi  Gudang

Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. 2014. Panduan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang. Brosur. Jakarta.

Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. 2014. Sistem Resi Gudang Bagi Petani. Brosur. Jakarta.

Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. 2014. Sistem Resi Gudang Meberdayakan Bangsa. Brosur. Jakarta.

 

Penulis : Dr. Teja Primawati Utami, S.TP, MM

 

0 Komentar - Tulis Komentar

Saran dan Kritik