
Kamila Hetami1
Hak Konsumen atas Informasi
Salah satu hak dasar konsumen adalah hak atas informasi. Konsumen berhak mengetahui hal-hal tentang barang atau jasa sebelum memutuskan untuk menggunakannya terutama sekali karena konsumen harus menyediakan dana yang untuk transaksi.
Informasi suatu produk baik berupa barang maupun jasa dapat diperoleh konsumen melalui:2
- pemerintah, yaitu berupa penjelasan, siaran, keterangan, maupun legislasi. Apabila dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan maka informasi dari pemerintah merupakan suatu hal yang bersifat wajib, misalnya dalam bentuk label dan standardisasi.
- konsumen atau organisasi konsumen, yaitu melalui pembicaraan dari mulut ke mulut, media massa, ataupun hasil-hasil penelitian; dan
- kalangan usaha melalui iklan, label, selebaran, brosur, pamflet, katalog, dan lain-lain.
Labeling: Instrumen Komunikasi antara Produsen dan Konsumen
Hal yang penting dalam pemberian informasi kepada konsumen adalah bahwa informasi tersebut harus adekuat dan jujur.3
Keadekuatan informasi dapat dijabarkan sebagai berikut.
- Informatif. Suatu informasi dikatakan informatif apabila informasi tersebut mampu menyediakan informasi yang berguna bagi konsumen. Sebagai contoh, iklan atau label yang menggunakan bahasa Inggris dianggap tidak informatif apabila diterapkan pada produk yang dipasarkan di Indonesia dengan sasaran masayarakat ekonomi menengah ke bawah.
- Cukup. Artinya, suatu informasi mampu memberikan keterangan yang memadai ketika konsumen memutuskan untuk membeli atau tidak. Cukup tidaknya suatu informasi sangat berbeda bagi masing-masing konsumen, dan untuk mengetahuinya harus dilakukan penelitian, dan kalau perlu pendidikan konsumen.
- Tidak kelebihan beban, yaitu bahwa pemberian informasi tidak terlalu banyak yang justru malah merusak pengambilan keputusan. Lebih banyak bukan berarti lebih baik. Ada batasan dalam pemrosesan informasi baik secara inividu maupun secara general sehingga informasi yang kelabihan beban malah akhirnya menghambat dan bukan membantu konsumen.
Selain adekuat, suatu informasi juga harus jujur. Informasi yang bagaimana yang dikategorikan sebagai informasi yang jujur?
- Informasi tersebut tidak menipu ataupun mengandung pernyataan yang salah (false statement).
Termasuk kategori menipu diantaranya: tidak menyatakan yang sebenarnya, menutupi kondisi yang sesungguhnya, dan manipulasi. - Informasi tidak menyesatkan (mislead).
Informasi yang menyesatkan adalah klaim yang menyatakan sesuatu yang sebenarnya memang tidak ada. Contohnya, kalimat “Tidak mengandung kolesterol” pada kemasan minyak goreng merek tertentu. Klaim ini menyesatkan karena mengesankan bahwa minyak goreng selain merek tersebut mengandung kolesterol. - Informasi yang proporsional.
Informasi harus diberikan secara sama bagi semua konsumen. Kemampuan dan kesempatan konsumen dalam mengakses informasi tidak sama. Ketidakmampuan ini bisa dimanfaatkan demi keuntungan pelaku usaha, oleh karena itu informasi harus diberikan secara proporsional.
Dalam praktik perdagangan sehari-hari labeling dan standardisasi menjadi instrumen komunikasi antara produsen dan konsumen. Melalui labeling dan standardisasi meskipun konsumen bukan orang yang ahli dalam bidang barang atau jasa yang diperjualbelikan ia dapat memiliki pemahaman yang sama dengan produsen untuk kemudian menentukan pilihan.
Labeling defect
Ketidakmampuan produsen memproduksi barang dan atau jasa sesuai standard dan memberikan label secara adekuat dan jujur masuk dalam ranah hukum yang disebut dengan tanggung jawab produsen (product liability) akibat dari produk cacat (defective product). Cacat produk dapat digolongkan dalam beberapa jenis, antara lain:4
- Cacat produksi/manufaktur, yaitu apabila suatu produk dibuat tidak sesuai dengan persyaratan/standar sehingga produk tersebut tidak aman bagi konsumen.
- Cacat disain, yaitu apabila bahaya dari produk tersebut lebih besar daripada manfaat biasanya yang diharapkan oleh konsumen, atau bila keuntungan dari disain produk tersebut lebih kecil dari risikonya.
- Cacat peringatan/instruksi, yaitu ketika produsen tidak mencantumkan peringatan saat pengemasan suatu produk yang dapat menyebabkan kecalakaan (bila bahayanya tidak diketahui/unknown danger).
Dalam hal ini, labeling defect termasuk dalam jenis cacat perimgatan. Labeling defect bis aterjadi baik dalam keadaan tidak adanya label maupun label yang berisi keterangan yang tidak sebenarnya (false statement) maupun label yang bersifat menyesatkan (misleading).
Pelabelan Produk
Maksud dari pelabelan tidak lain adalah memberikan informasi yang memadai bagi konsumen mengenai produk yang dikonsumsinya dan dijadikan sebagai dasar rasional atas pilihan mereka. Untuk itu produsen harus memenuhi kewajibannya terhadap konsumen, yaitu:5
- Produsen wajib memenuhi semua ketentuan yang melekat baik pada produk yang ditawarkan maupun pada iklan tentang produk itu.
- Produsen wajib menyingkapkan semua informasi yang perlu diketahui oleh semua konsumen tentang sebuah produk.
- Produsen wajib untuk tidak mengatakan yang tidak benar tentang produk yang ditawarkan, melakukan disclosure, dan tidak boleh menutupi fakta-fakta termasuk risiko keamanan dan keselamatan yang menyertai suatu produk.
Sistem dan Jenis Label
Label, ada yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan dan ada pula yang bersifat sukarela. Kelemahan label wajib adalah membebani setiap produsen (yang akhirnya dibebankan pada konsumen) dengan biaya tanpa mempertimbangkan apakah mereka mendapatkan keuntungan dari label tersebut. Sementara itu pada label sukarela malah sering dipakai sebagai strategi bisnis dimana label tersebut memberikan informasi yang berharga dan ‘baru’ kepada konsumen, sebagai contoh adalah eco-labeling.6
Produk yang pada labelnya diberikan pernyataan mengenai kandungan atau komposisi substansi tertentu masuk dalam jenis label positif. Sedangkan bentuk klaim yang menyatakan bahwa suatu produk tidak mengandung substansi tertentu digolongkan sebagai jenis label negatif.
Penutup
Melalui pemberian label terpenuhi asas keterbukaan informasi dan tercipta komunikasi antara produsen dan konsumen. Kesenjangan pengetahuan konsumen dengan produsen dapat dijembatani sehingga transaksi perdagangan di antara mereka berlangsung didasarkan pada pemahaman yang sama atas barang dan jasa. Dengan demikian diharapkan tidak ada praktik perdagangan yang tidak sah dan curang.
Referensi
Nasution,AZ., Hukum Perlindungan Konsumen, Diadit Media, Jakarta, 2002
Engel, James. F. dan Roger D. Blackwell, Perilaku Konsumen, Jilid 2, Binarupa Aksara, Jakarta, 1994
Syawali, Husni dan Neni Sri Imaniyati (Penyunting), Hukum Perlindungan Konsumen, Mandar Maju, Bandung, 2000Keraf, A. Sonny, Etika Bisnis: Tuntutan dan Relevansinya, Kanisius, Yogyakarta, 1998
Teise, Mario F. dan Brian Roe, Labeling of Genetically Modified Foods: Exploring Possible Approaches, Agricultural, Environmental, and Development Economics,The Ohio State University Working Paper: AEDE-WP-0019-01
Widyaiswara Muda pada Pusdiklat Perdagangan Kemnterian Perdagangan RI
Lihat, AZ. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen, Diadit Media, Jakarta, 2002, Hal. 56-57.
Lihat, James. F. Engel dan Roger D. Blackwell, Perilaku Konsumen, Jilid 2, Binarupa Aksara, Jakarta, 1994, Hal. 468.
Lihat, E. Saefullah dalam Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyati (Penyunting), Hukum Perlindungan Konsumen, Mandar Maju, Bandung, 2000, Hal. 45.
Lihat, A. Sonny Keraf, Etika Bisnis: Tuntutan dan Relevansinya, Kanisius, Yogyakarta, 1998, Hal. 187-190
Mario F. Teise dan Brian Roe, Labeling of Genetically Modified Foods: Exploring Possible Approaches, Agricultural, Environmental, and Development Economics,The Ohio State University Working Paper: AEDE-WP-0019-01, Hal. 6.
Penulis : Kamila Hetami, SH., MH.
0 Komentar - Tulis Komentar