- Perkembangan Konsumsi Tepung Terigu
Tepung terigu adalah tepung/bubuk halus yang dihasilkan dari proses penggilingan biji gandum, dan digunakan sebagai bahan dasar pembuat kue, mie dan roti serta bahan makanan lainnya (Asosiasi Tepung Terigu Indonesia, 2014). Komoditas tepung terigu merupakan salah satu komoditi yang berperan penting sebagai penyediaan pangan bagi masyarakat Indonesia. Pertumbuhan konsumsi tepung terigu terus meningkat dengan rata-rata pertumbuhan 2,81%. Pada tahun 2017 mencapai 23 kg/kapita /tahun meningkat sebesar 2,68% jika dibandingkan dari tahun 2016 sebesar 22,4 kg/kapita/tahun. Dengan total kebutuhan nasional pada tahun 2017 mencapai 6,2 juta ton. Pemanfaatan tepung terigu sangat luas dimana proporsi untuk industri besar sebesar 34% dan 66% untuk IKM. Berdasarkan penggunaannya, tepung terigu digunakan untuk bakery sebanyak 22 %, mie 9%, kue 8%, biskuit 4%, pancake 2%, pastry 1% dan dijual langsung dalam bentuk ritel sebanyak 20%. Pertumbuhan perkapita tepung terigu dapat dilihat pada Gambar 1.
Peningkatan jumlah penduduk serta perubahan pola konsumsi masyarakat menengah ke bawah yang begitu cepat pada makanan yang berasal dari tepung terigu seperti roti, mie instant dan biskuit telah mendorong pembangunan industri tepung terigu di Indonesia. Sehingga perkembangan industri ini pun menjadi penting dan strategis dalam perekonomian Indonesia. Saat ini, industri tepung terigu terus menerus berkembang dengan ditandai semakin banyaknya jumlah industri tepung terigu di Indonesia. Industri tepung terigu di tahun 2017 berjumlah 26 industri tepung terigu, dengan total kapasitas giling gandum mencapai sekitar 11,4 juta mt/tahun. Produksi Tepung Terigu tahun 2017 mencapai 6,21 juta ton, meningkat 6,3% jika dibandingkan dengan produksi Tepung Terigu di tahun 2016 yang mencapai 5,84 juta ton. Konsumsi Tepung Terigu tahun 2017 mencapai 6,22 juta ton, meningkat 5,2% jika dibandingkan dengan konsumsi Tepung Terigu di tahun 2016 yang mencapai 5,90 juta ton.Penyebaran industri tepung terigu masih tersentralisasi di pulau jawa sebanya 21 unit dan 5 unit di luar pulau Jawa.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 6/PMK.010/2017 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang da Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor, tepung terigu merupakan produk dengan nomor Harmonized System (HS) 1101.00.11 untuk tepung gandum (terigu) yang telah di fortifikasi dan HS 1101.00.19 untuk tepung terigu lain lain. Jenis tepung terigu yang telah di fortifikasi adalah tepung terigu yang telah ditambahkan dengan berbagai mineral dan vitamin tertentu yang dibutuhkan bagi kesehatan manusia dan lazimnya di peruntukan bagi konsumsi manusia. Jenis tepung terigu lainnya, antara lain yang mencakup tepung terigu yang tidak di fortifikasi lazim nya diperuntukan untuk pakan ternak.
Dalam kurun waktu 2012-2017, pertumbuhan ekspor tepung terigu fortifikasi mencapai 10,98%, dengan volume ekspor pada tahun 2017 mencapai 72,4 ribu ton yang di ekspor ke Vietnam, Filipina, Timor Leste, Republik Korea, Malaysia, Singapura dan Papua New Guinea. Sedangkan penurunan impor mencapai 47,07% dengan volume impor pada tahun 2017 mencapai 8,4 ribu ton dengan negara asal dari Filipina, Turki, Singapura, Jepang dan Belanda. Perkembangan ekspor dan impor tepung terigu yang telah difortifikasi dapat dilihat dari Gambar 2.
Sumber : International Trade Centre dan BPS, 2018
Gambar 2. Ekspor dan Impor Tepung Terigu Telah di Fortifikasi 2012-2017
Dengan meningkatnya pertumbuhan konsumsi dan pemanfaatan tepung terigu yang cukup luas, perlu perlu dilakukan upaya penjaminan mutu tepung terigu sebagai bahan makanan. Pada tahun 2015 Kementerian Perindustrian telah menetapkan Peraturan Menteri Perindustrian No. 59/M-IND/PER/7/2015 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Tepung Terigu Sebagai Bahan Makanan Secara Wajib. Sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian No. 59/M-IND/PER/7/2015 dasar pertimbangan pemberlakuan SNI 3751:2009 secara wajib adalah bawah tepung terigu merupakan produk pangan yang banyak dikonsumi sehingga oleh masyarakat, sehingga perlu menjamin mutu tepung terigu melindungi konsumen atas keamanan, mutu dan gizi pangan serta menciptakan daya saing usaha yang sehat dan adil.
Tepung terigu hasil produsi dalam negeri dan asal impor yang tidak memenuhi ketentuan Peraturan Menteri tersebut dilarang beredar di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan harus dimusnahkan, Perusahaan yang memproduksi atau mengimpor tepung terigu mengajukan permohonan penerbitan SPPT-SNI tepung terigu kepada Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) yang telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) sesuai dengan ruang lingkup SNI 3751:2009 dan di tunjuk oleh Menteri.
Pada tahun 2017, dilakukan revisi terhadap SNI 3751:2009 yang bertujuan untuk meningkatkan penyerapan fortifikasi pada tepung terigu untuk menurunkan masalah gizi anemia. Dimana proporsi anemia pada ibu hamil yang mencapai 37,1% dengan proporsi anemia paling tinggi pada usia diatas 75 tahun yaitu 46% dan terendah pada kelompok usia 25-34 tahun yaitu 16,9% dengan rata-rata 21,7%, perubahan SNI Tepung Terigu yang dilakukan salah satunya adalah mengganti penggunaan electrolyte-iron menjadi Fe-Sulfat, Fe-Fumarat atau NAFeEDTA, sehingga perlu dilakukan perubahan terhadap Peraturan Menteri Perindustrian No. 59/M-IND/PER/7/2015.
D. Fortifikasi pada Tepung Terigu
Berdasarkan Surat Menteri Kesehatan ke Menteri Perindustrian No. GM.04.04/Menkes/62/2017 tanggal 7 Februari 2017 disampaikan bahwa proporsi anemia pada ibu hamil yang masih tinggi yaitu 37,1% dengan proporsi anemia paling tinggi pada usia diatas 75 tahun yaitu 46% dan terendah pada kelompok usia 25-34 tahun yaitu 16,9% dengan rata-rata 21,7%, sehingga perlu dilakukan upaya-upaya yang serius dan berkesinambungan dalam penanggulangan masalah anemia gizi di Indonesia.
Fortifikasi tepung terigu sebagai bagian dari fortifikasi pangan adalah penambahan satu atau lebih zat gizi ke pangan. Tujuan utama adalah untuk meningkatkan tingkat konsumsi dari zat gizi yang ditambahkan untuk meningkatkan status gizi populasi. Fortifikasi juga digunakan untuk menghapus dan mengendalikan defisiensi zat gizi dan gangguan yang diakibatkannya (Siagian A, 2003).
Penambahan fortifikasi tepung terigu dengan penambahan mikronutrient : zat besi (Fe), seng (Zn), vitamin B1 (thiamine), B2 (riboflavin) dan asam folat diwajibkan sejak tahun 2002 dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia No.323/MPP/Kep/11/2001 Tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 153/MPP/Kep/5/2001 Tentang Penerapan Secara Wajib SNI Tepung Terigu Sebagai Bahan Makanan. Pada produk tepung terigu yang beredar baik dari Industri dalam negeri maupun impor umumnya menggunakan electrolyte Fe sebagai micronutrient zat besi (Fe).
Kendrick et al (2015) menyatakan bahwa belum ada penelitian yang mengukur efektivitas fortifikasi tepung terigu terhadap penurunan masalah gizi anemia, sehingga sumber fortifikasi Fe pada tepung terigu di ganti dari electrolyte iron ke dalam bentuk Fe yang mudah terabsorsi oleh tubuh. World Health Organization (2009) merekomendasikan penggunaan Fe-Sulfat, Fe-Fumarate atau NAFeEDTA pada kelompok asupan <150 gram per hari untuk fortifikan tepung terigu.
E. Kesimpulan
Tepung terigu merupakan produk pangan yang sangat tinggi konsumsinya di Indonesia, terutama pada produk turunannya seperti roti, mie, kue, biscuit, pancake, pastry dan masih banyak lagi. Tingginya konsumsi tepung terigu untuk masyarakat menengah ke bawah menjadi pertimbangan positif bagi Kementerian Kesehatan untuk melakukan fortifikasi terhadap tepung terigu terutama zat besi. hal ini dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia yang masih mengalami mal nutrisi zat besi yang menyebabkan penyakit animea. Fortifikasi zat besi dibakukan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) SNI 3751:2009 yang sifatnya sukarela atau bahkan menjadi wajib yang amsih dalam kajian kebijakan. Dengan demikian harapan mengurangi mal nutrisi bagi masyarakat menengah ke bawah menjadi tercapai.
Dr. Teja Primawati Utami, S.TP, MM
Daftar Pustaka
- Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (2012). Overview Industri Tepung Terigu Nasional. Jakarta.
- Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (2014). Buku Putih Atas Tindakan Anti-Dumping Terhadap Importasi Tepung Gandum (H.S.1101.00.10). http://aptindo.or.id/2016/10/28/buku-putih-aptindo
- Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (2018). Indonesian Wheat Flour Industry Overview. Jakarta
- Badan Pusat Statistik (2018). Ekspor dan Impor Dinamis.
- Internasional Trade Centre (2018). Ekspor dan Impor Tepung Terigu yang di Fortifikasi.https://www.trademap.org/Product_SelCountry_TS.aspx?nvpm=1|360||||1101|||6|1|1|2|2|1|1|1|1.
- Kementerian Perindustrian (2015). Peraturan Meteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor No. 59/M-IND/PER/7/2015 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Tepung Terigu Sebagai Bahan Makanan Secara Wajib
- Kementerian Perindustrian (2017). Peraturan Meteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor No. 40/M-IND/PER/11/2017 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan di Lingkungan Kementerian Perindustrian
- Kendrick K, Codling K, Muslimatun S dan Pachon H (2015). The Contribution of Wheat Flour Fortification to Reducing Anemia in Indonesia. Eropean Journal of Nutrition & Food Safety 5(5):446-447.
- Organisation for Economic Co-operation and Development. (2008). Building an Institutional Framework for Regulatory Impact Analysis, Guidance for Policy Maker. Paris.
- Peraturan Menteri Keuangan No. 6/PMK.010/2017 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang da Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor.
- Siagian A (2003). Pendekatan Fortifikasi Pangan Untuk Mengatasi Masalah Kekurangan Zat Gizi Mikro. Digitized by USU digital library.
0 Komentar - Tulis Komentar