- Gambaran Singkat Mete Indonesia
Perkebunan mete (Anacardium occidentale L) di Indonesia berawal pada saat program penghijauan lahan kritis dan program reboisasi digalakkan oleh Pemerintah lebih dari dua puluh lima tahun yang lalu. Sifat tanaman mete lebih toleran beradaptasi pada lahan kritis dan relatif tidak membutuhkan perawatan yang intensif, maka perkebunan mete di Indonesia tumbuh dan berkembang menjadi perkebunan rakyat. Tumbuhnya perkebunan rakyat dapat memberikan manfaat bagi kepentingan masyarakat banyak khususnya yang bermukim di sekitar lahan kritis, sekaligus secara bersamaan memacu pertumbuhan ekonomi rakyat di pedesaan dan berperan sangat signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja.
Pada kuruan waktu 2015-2016, Indonesia merupakan produsen mete ke 9 terbesar di dunia setelah Guinea-Bssau dengan produksi mencapai 130.072 ton yang meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2015 sebesar 123.400 ton (FAOStat, 2018). Gambar 1 adalah grafik Produsen Mete Dunia. Gambar 2 adalah Produsen Mete dunia.
Gambar 1. Produsen Mete Dunia 2016
Gambar 2. Produsen Mete Dunia 2015
Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian, selama kuruan waktu 2007 - 2017 luas area produksi dan produksi cenderung menurun dengan kisaran rata-rata luas area 544 ribu Ha dengan rata-rata produksi 129 ribu ton. Mayoritas perkebunan mete adalah perkebunan rakyat yang mencapai 99,80% yang diperkirakan melibatkan satu juta kepala keluarga petani rakyat. Sehingga dalam kebijakan jangka panjang perlu juga diperhatikan peningkatan dan kesinambungan produksi mete Indonesia.
- Perdagangan Mete
Berdasarkan BTKI 2017, Produk mete di bagi menjadi 2 produk yaitu mete gelodongan dan mete olahan (mete kupas).
Pada kurun waktu 2007-2017, ekspor mete masih di dominasi oleh ekspor mete gelondongan dengan rata – rata proporsi ekspor untuk mete gelondongan sebesar 88% sedangkan ekspor mete kupas/olahan hanya 12%. Sedangkan impor mete Indonesia didominasi oleh mete kupas. Dimana rata - rata proporsi impor kupas sebesar 53% dan mete gelondongan sebesar 48%. Gambar 3 adalah Ekspor mete gelondongan dan mete olahan
Beberapa negara produsen mete menerapkan regulasi ketat terhadap komoditas mete sebagai berikut:
Kebijakan negara penghasil mete dunia sudah berpihak pada Industri dalam negerinya, bagaimana dengan Indonesia? Indonesia mempunyai beberapa permasalahan terkait keberlangsungan industri mete dan nilai tambah mete bagi petani disekitar perkebunan mete. Permasalahan tersebut antara lain :
- Tinggi nya ekspor dalam bentuk gelondongan yang mencapai 88%, menyebabkan tidak terjadi nya peningkatan nilai tambah produk mete olahan,
- Pasokan bahan baku yang dapat diolah di dalam negeri sekiar 50% yang mengakibatkan penurunan utilitas pabrik/industri, memicu efisiensi tenaga kerja (PHK), penurunan penerimaan pajak, penurunan daya saing di pasar global, dan penurunan daya tarik investasi.
Pelaku ekspor merupakan pedagang musiman asal India dan Vietnam yang melakukan pembelian mete petani sehingga industri pengolahan mete nasional kekurangan bahan baku.
- Kelangkaan bahan baku industri yang dapat mengakibatkan penurunan utilitas pabrik/industri, memicu efisiensi tenaga kerja (PHK), penurunan penerimaan pajak, penurunan daya saing di pasar global, dan penurunan daya tarik investasi.
Permasalahan tersebut perlu diselesaikan dengan alternative solusi yang pertama adalah pelarangan ekspor mete gelondongan. Kebijakan ini akan menimbulkan gejolak yang luarbiasa, maka alternatif yang sifatnya lebih luwes adalah pengenaan bea keluar. Bea keluar dapat ditetapkan sebesar 15-25 persen. Pengenaan bea keluar tersebut akan menyebabkan adanya oversupply perlu ditunjang dengan kebijakan pemerintah dalam mempersiapkan hilirisasinya.
Dengan adanya nilai tambah maka dapat menciptakan Industri pengolahan mete berbasis kemitraan. Pola kemitraan “bapak/anak angkat” dapat membangun industri pengolahan mete yang solid dan berasas mutualisme. Proses kerjasama akan memiliki beberapa keuntungan seperti:
· Penumbuhan industri kacang mete pedesaan
· Dukungan terhadap industri mete rakyat berupa penyediaan alat bantu kerja, modal kerja, bimbingan kerja dan standar produk.
· Menciptakan buffer stock. Panen mete terjadi dalam setahun sekali, oleh sebab itu perlu pelibatan industri pengolahan mete rakyat untuk dapat memenuhi kebutuhan bahan baku.
Salah satu mekanisme yang dapat meningkatkan nilai bahan baku dengan tunda jual adalah dengan Sistem Resi Gudang. Sistem Resi Gudang dapat membantu petani pembiayaan produksi namun barangnya masih bisa disimpan. Hal ini karena resi terhadap barang yang disimpannya berharga untuk dijadikan jaminan pinjaman ke Bank dengan bunga subsidi 6%. Dengan demikian petani dapat menunda jual mete dan industry mete nasional akan mendapatkan supply bahan baku. Oleh karena itu Bea Keluar dan Sistem Resi Gudang dapat menjadi solusi tershadap penumbuhan industri mete Indonesia.
Dr. Teja Primawati Utami, STP, MM
Pustaka
-
-
-
-
-
-
- FAOSTAT, 2018. http://www.factfish.com/statistic/cashew%20nuts%2C%20production%20quantity
- Kementerian Pertanian, 2017. Statistik Perkebunan Indonesia “Jambu Mete” 2015-2017. Dirjen Perkebuna
- Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 6/PMK.010/2017 Tentang Penetapan Klasifikasi Barang Dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor?
- UN COMTRADE statistics, 2018. Ekspor Impor Mete
- Badan Pusat Statistik, 2018. Ekspor Impor Dinamis Komoditi Mete
- Listyati, D dan Sudjarmoko, B. 2011. Nilai Tambah Ekonom Pengolahan Jambu Mete. BUletin RISTRO Vol 2 (2) 2011
- Piermartini,2004. The Role of Export Taxes in the Field of Primary Commodities. World Trade Organization,
- Ntemi Nkonya and Alethia Cameron. 2015. Analysis of price incentives for cashew nuts in the United Republic of Tanzania 2005–2013. Food and Agriculture Organization of the United Nations
-
-
-
-
-
0 Komentar - Tulis Komentar